TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk tidak menyetujui penerbitan Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Referendum Advokat Publik LBH Jakarta Citra mengatakan DPR RI dapat menyetujui atau tidak Perppu pada sidang DPR berikutnya.
“Sesuai dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa Peraturan Pemerintah ini harus mendapat pengesahan DPR pada sidang berikutnya,” kata Referandum Citra, melalui keterangan pers tertulis, Sabtu (31/12). . /2022).
Citra mengatakan DPR RI harus benar-benar mendengarkan dan mempertimbangkan suara rakyat.
Artinya, DPR harus benar-benar mendengarkan dan mempertimbangkan suara rakyat terkait terbitnya Perppu a quo sebagai pemegang amanat konstituen, jelasnya.
Lebih lanjut dia menegaskan, DPR RI harus mencapai mufakat untuk tidak menyetujui Perppu sebagai bentuk perimbangan kekuasaan.
“Dan koreksi politik untuk menghindari tindakan inkonstitusional lanjutan, yaitu menjustifikasi lahirnya Perppu a quo sebagai tindak lanjut Putusan MK 91/PUU-XVIII/2020,” jelas Citra.
“Dan solusi atas adanya keadaan darurat yang memaksa yang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah,” lanjutnya.
Baca juga: Partai Buruh: Perppu Ciptakan Pekerjaan Pilihan Terbaik
Sebelumnya, penerbitan Perppu Cipta Kerja diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD di Istana Kepresidenan, Jumat malam. .
Airlangga mengungkapkan, pertimbangan menerbitkan Perppu Cipta Kerja karena kebutuhan yang mendesak.
Ketua umum Golkar itu menjelaskan kebutuhan mendesak yang terkait dengan ekonomi global, inflasi, resesi, hingga konflik antara Rusia dan Ukraina.
“Pertimbangan pertama adalah urgensi. Pemerintah perlu mempercepat situasi global yang diharapkan terkait ekonomi, kenaikan inflasi, ancaman stagflasi, dan juga terkait perang geopolitik antara Ukraina dan Rusia, serta konflik lain yang belum terselesaikan.”
“Dan pemerintah sedang menghadapi krisis pangan, keuangan, dan perubahan iklim,” kata Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube oleh Sekretariat Presiden.
Baca juga: Kata Iqbal Angkat Suara Menanggapi Keluarnya Perppu UU Cipta Kerja
Selain itu, Airlangga mengklaim penerbitan Perppu tersebut sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU7/2009 yang memenuhi syarat krisis yang memaksa.
Airlangga juga mengatakan, dengan adanya Perppu ini mengubah beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja sesuai putusan MK, seperti masalah upah minimum tenaga kerja asing, koordinasi aturan perpajakan, hingga hubungan pusat dan pemerintah daerah.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengungkapkan bahwa terbitnya Perppu membatalkan status bersyarat UU Cipta Kerja yang diputuskan MK.
“Perppu itu setara undang-undang dalam peraturan perundang-undangan kita. Kalau ada alasan mendesak ya,” ujarnya.