Reporter Tribunnews.com Reynas Abdila melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indikator Politik Indonesia dalam survei terbarunya mengungkapkan tanggapan dan persepsi responden tentang tren ekonomi negara sepanjang tahun 2022.
Burhanuddin menjelaskan dalam surveinya bahwa sampel yang diajukan kepada responden adalah bagaimana Anda melihat keadaan ekonomi secara umum saat ini dengan pilihan jawaban sangat baik, baik, sedang, buruk dan sangat buruk.
Mayoritas responden menjawab perekonomian Indonesia tahun lalu dalam kondisi sedang (45,6 persen), kemudian buruk (26,2 persen) dan baik (22,7 persen).
“Kalau kita lihat trennya relatif ada kenaikan yang positif, yang warna merah adalah mereka yang mengatakan keadaan ekonomi negara buruk, meskipun responden lebih banyak, terus turun dari waktu ke waktu,” kata Eksekutif RI tersebut. Direktur. Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparannya, Rabu (4/1/2023).
Ia mengatakan, jika mengingat hasil survei Indikator pada Juli 2020, mayoritas responden, 81,0 persen, menjawab kondisi perekonomian negara dalam kegelapan.
“Sekarang sudah mulai turun sampai hampir akhir Agustus 2022, tapi September naik lagi,” kata Burhanuddin.
Burhanuddin Muhtadi menjelaskan, faktor yang menyebabkan responden memberikan jawaban buruk pada bulan ke-9 tahun lalu adalah kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
Baca juga: Merosot Mendadak, Ekonomi Singapura Hanya Tumbuh 3,8 Persen Pada 2022
Menurutnya, kenaikan BBM Pertalite berdampak besar pada tingkat opini masyarakat terkait ekonomi.
“Setelah sekian lama isu minyak dikelola oleh pemerintah, mereka yang mengatakan keadaan ekonomi saat itu buruk kembali merosot meski belum terlintas di benak mereka,” terangnya.
Burhanuddin menambahkan, sepanjang tahun 2022 akan terjadi beberapa peristiwa besar yang turut mempengaruhi naik turunnya penilaian ekonomi negara.
Baca juga: Menko Perekonomian Airlangga Sebut Saat Ini Ada 30 Negara yang Mengantri Bantuan IMF
Peristiwa tersebut antara lain kelangkaan minyak goreng yang menjadi ujian pahit bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Sikap pemerintah dalam mengatasi masalah kelangkaan minyak goreng cukup tegas. Kejaksaan Agung telah menangkap beberapa pihak yang dianggap bertanggung jawab atas krisis minyak goreng tersebut. Presiden Jokowi juga disebut telah menurunkan harga minyak.