TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tris Yulianta mengatakan mitigasi dan kesiapan strategis bagi industri fintech, termasuk Fintech P2P loan, diperlukan dalam menghadapi tantangan berupa ancaman global resesi.
“Ada juga tantangan biaya dana yang tinggi sehingga sulit mendapat pembiayaan, serta gelombang PHK,” ujarnya seperti dikutip Kompas.com, Rabu (21/12/2022).
Namun, di balik tantangan tersebut, kata dia, ada potensi yang bisa dimanfaatkan oleh industri fintech, termasuk pinjaman P2P.
Baca juga: Industri Fintech Tingkatkan Literasi Keuangan Digital Masyarakat di Berbagai Daerah
Misalnya, potensi ekonomi digital di Indonesia mencapai US$77 miliar setiap tahun 2022 berdasarkan data Google, Temasek dan Bain & Company, 2022.
Tris menjelaskan, ada enam tantangan yang harus dihadapi industri fintech lending di tahun depan, yakni tata kelola & manajemen risiko, keandalan sistem dan penilaian kredit, serta pengembangan produk atau model bisnis.
Selain itu, pinjaman fintech perlu memperhatikan keberadaan undang-undang perlindungan data pribadi, eksplorasi ekosistem, dan masalah keamanan dunia maya.
“Dengan demikian, ada tiga pilar untuk memajukan industri P2P lending, yaitu penguatan penyelenggara P2P loan itu sendiri, penguatan kelembagaan dan asosiasi profesi serta penguatan internal OJK yang sedang berjalan,” tambah Tris.
Sementara itu, Sekjen AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan tahun 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi semua pihak menyusul ancaman resesi global.
Baca juga: Fintech Startup TaniFund Dikabarkan Gagal Bayar 128 Investor
Namun, dalam berbagai kesempatan, pemerintah menyatakan posisi Indonesia akan lebih tangguh dalam menghadapi ancaman tersebut.
“Dengan demikian, pemerintah dan pelaku usaha tetap optimis bisa menghadapi situasi tahun depan,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “OJK Sebut 6 Tantangan “Fintech Lending” Menghadapi Isu Resesi Global 2023″